Sudah menjadi rahasia umum kalau Israel sangatlah memonitor daerah Gaza dan juga orang-orang yang terkoneksi dengan Hamas. Mulai dari memonitor dengan cara tradisional, menggunakan personel yang menyamar serta cara digital dengan alat pendeteksi wajah dan spyware. Seperti kita tahu, Israel memiliki spyware kelas wahid seperti Pegasus dan Predator. Tapi kenapa Israel bisa kecolongan?
Menurut Jake Williams, mantan tim keamanan siber US-NSA, yang menjadi tantangan dalam memonitor informasi di tengah perseteruan Israel dan Hamas adalah memilah informasi mana yang ancaman besar, menengah dan kecil. Setiap hari, Israel pasti mendapatkan informasi mengenai ancaman dari Hamas, tapi mereka akan lelah apabila harus dalam kondisi siaga setiap hari. Jadi mereka harus menseleksi ancaman yang kira-kira paling menyakitkan. Ibaratnya bukan mencari jarum dalam jerami tapi lebih ke mencari jarum paling tajam ditengah ribuan jarum.
Israel adalah negara cyber superpower, tapi ternyata Hamas tidak gentar untuk menyerang di dunia siber. Sejak lama, tim siber Hamas membuat akun media sosial dan melancarkan "rayuan" kepada tentara israel untuk menginstall aplikasi kencan yang sebenarnya malware, berfungsi untuk mencuri informasi. Pihak Israel semakin gencar melakukan sosialisasi dan pelatihan untuk meredam serangan siber dari pihak Hamas ini tapi Hamas cuma butuh satu celah.
Lalu, apa yang terjadi pada serangan Hamas, 7 Oktober 2023?
Serangan siber Hamas dan sekutunya sangatlah berperan. Anonymous Sudan, grup hacktivis yang berpihak pada Hamas melakukan serangan Distributed Denial of Service (DDoS) pada sistem SOS Israel, sistem notifikasi untuk rakyat apabila terjadi serangan. Diperkirakan, serangan DDoS ini memperlambat tersampainya informasi serangan ke rakyat sipil hingga mereka tidak punya cukup waktu untuk berlindung dari serangan roket Hamas. Tidak itu saja, mereka juga menargetkan Iron Dome, sistem pengamanan serangan udara Israel. Belum diketahui keberhasilan dari serangan tersebut.
Anonymous Sudan tidak sendirian, grup hacktivis terkenal, KillNet, juga melancarkan serangan siber ke website pemerintahan Israel, membuat tidak bisa diakses dari seluruh dunia.
Serangan balik pihak Israel
Tentunya ada grup hacktivis lain yang berpihak kepada Israel dan mereka tidak tinggal diam, melakukan serangan balik. ThreatSec mengklaim keberhasilan mereka menyerang AlfaNet, layanan internet terbesar di Gaza, menyebabkan terputusnya koneksi internet. Grup hacker India pun ikutan menyerang Hamas dengan melumpuhkan website milik Palestinian National Bank, National Telecommunications Company dan juga website ofisial milik Hamas.
Hingga artikel ini ditulis, sudah semakin banyak hacktivis yang ikut serta dalam konflik Israel-Hamas kali ini. Entah berapa lama perseteruan ini akan berlansung dan nampaknya sudah tereskalasi menjadi arena perperangan siber, ajang hacktivis uji kemampuan. Ini bisa jadi momen pembelajaran, apakah sistem keamanan siber yang kita miliki mampu mengatasi serangan tersebut kalau sampai terjadi pada kita.